Dianggap Layak karena Nama Itu
“Rasul-rasul itu meninggalkan sidang Mahkamah Agama dengan gembira, karena mereka telah dianggap layak menderita penghinaan oleh karena Nama Yesus” (Kisah Para Rasul 5:41 – TB).
Dalam teks Yunaninya, tidak ada kata ‘Yesus’. Meski demikian, tidaklah salah jika Terjemahan Baru LAI (Lembaga Alkitab Indonesia) mencantumkan kata ‘Yesus’, karena hal itu berguna untuk memerjelas apa yang dimaksud teks ini. Sebelumnya, di ayat 40, sudah jelas bahwa memang para rasul dianiaya dan dilarang berbicara tentang nama Yesus.
Menurut sebuah kamus, ‘nama’ (secara kiasan) adalah manifestasi atau penyingkapan dari karakter seseorang, yaitu yang membedakan mereka dari yang lainnya. Jadi, misalnya, ‘berdoa dalam nama Kristus’ berarti berdoa seperti yang diarahkan (diotorisasi) oleh-Nya, membawa penyingkapan yang mengalir dari keberadaan-Nya. Karena itu, ‘Berdoa dalam nama Yesus’ bukanlah ‘rumusan agama’ hanya untuk mengakhiri doa (atau mendapatkan apa yang kita inginkan)! Menurut seseorang bernama Souter, “Menurut pengertian Ibrani, nama tidak dapat dipisahkan dari orang yang memilikinya, yaitu sesuatu dari esensinya. Oleh karena itu, dalam kasus Tuhan, itu secara khusus suci.”
Nama Yesus berasal dari kata Ibrani, YEHOSHUA (???????????). Nama ini berasal dari dua kata Ibrani yaitu YHVH (????), artinya DIA ADALAH (biasa diterjemahkan menjadi TUHAN), dan YÂSHA’ (??????), artinya ‘menyelamatkan’. Jadi, nama Yesus berarti YHVH (TUHAN/DIA ADALAH) keselamatan atau YHVH (TUHAN/DIA ADALAH) yang menyelamatkan.
Nama itu adalah nama DIA yang Menyelamatkan; DIA yang adalah Juruselamat. Tepatlah jika tabib Lukas kemudian menulis dalam Kisah Para Rasul 4:12, bahwa “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapa pun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.”
Untuk Nama inilah, para rasul menderita. Dan mereka merasa terhormat atas hal itu (ayat 41). Sementara kita, tubuh Tuhan Yesus, seringkali mengeluh untuk penderitaan yang ‘belum sampai mencucurkan darah’ dan bahkan karena perkara yang sia-sia pula, para rasul sudah memberi teladan hidup, betapa mereka tidak hanya siap, tapi juga gembira, karena dianggap layak menderita penghinaan oleh karena Nama yang Menyelamatkan itu.