Kristianitas yang Dirindukan

Filipi 2:19 (TB), “Tetapi dalam Tuhan Yesus kuharap segera mengirimkan Timotius kepadamu, supaya tenang juga hatiku oleh kabar tentang hal ihwalmu.

Filipi 2:25 (TB), “Sementara itu kuanggap perlu mengirimkan Epafroditus kepadamu, yaitu saudaraku dan teman sekerja serta teman seperjuanganku, yang kamu utus untuk melayani aku dalam keperluanku.”

Karakter dua pelayan Tuhan dijabarkan oleh Paulus dalam suratnya ini:

1. Timotius:

a. Memiliki kasih (kepedulian) yang sama terhadap kepentingan jemaat Filipi, sama seperti yang ada pada diri Paulus (ayat 20-21).

b. Kesetiaannya telah teruji (ayat 22).

c. Menolong Paulus, seperti anak kepada bapaknya (ayat 22). Utley menjelaskan arti frasa ini demikian, “Inilah cara Paulus menunjuk pada pembantu yang baik, loyal, dan setia (lih. Tit 1:4).”

2. Epafroditus:

a. Teman sekerja, utusan jemaat Filipi, untuk turut melayani Paulus (ayat 25).

b. Merindukan jemaat Filipi (ayat 26).

c. Memertaruhkan jiwa dan hampir mati oleh karena pekerjaan Tuhan (ayat 27-30).

Sungguh indah membaca bagaimana seorang anak rohani melayani bapak rohaninya, dan seorang jemaat (yang diutus) merindukan gereja induknya (pengutusnya). Fenomena semacam ini nampaknya bukan fenomena umum dalam Kristianitas di segala zaman.

Ada masa, orang-orang Kristen, benar-benar hanya jadi konsumen. Masa pandemi menjadi sebuah ujian penderitaan untuk mengungkap kualitas sesungguhnya dari hidup seorang Kristen. Ketika kebaktian lokal secara fisik kini tergantikan dengan kebaktian virtual, menjadi nyata sejauh apa sebetulnya ketertanaman jiwa seseorang kepada gereja lokal dan seberapa jauh kualitas kedewasaannya dalam menjalani hidup Kristen.

Orang Kristen yang bersikap konsumtif, akan berusaha mencari apa yang menjadi pemuasan jiwanya dan telinganya. Bukan bertanya, apa sumbangsih saya untuk mendukung pekerjaan Tuhan lewat konteks gereja lokal saya, tetapi kristianitas konsumtif akan bertanya, gereja mana lagi yang bisa saya kunjungi (virtual maupun tidak) untuk memuaskan kebutuhan saya.

‘Jajan’ ke gereja lain di awal pandemi, tidak salah. Namun ketika hal ini menjadi addictive untuk memuaskan kebutuhan jiwa dan telinganya (bahkan otaknya), itu menjadi masalah. Berapa banyak anak-anak Allah berjiwa seperti Timotius dan Epafroditus, yang loyal, rela berkorban, dan merindukan ayah rohani dan gereja lokal mereka. Keduanya tidak mencari kepentingan diri sendiri, melainkan mengupayakan apa yang bisa mereka kerjakan untuk pekerjaan Kerajaan Allah lewat konteks pertumbuhan mereka. Keduanya adalah contoh kristianitas yang dirindukan.

Source link